Minggu, Mei 28, 2023
Wilwatekta.id
Advertisement
  • Peristiwa
  • Liputan
  • Sejarah
  • Pilihan Redaksi
    • Pitutur Kamituwo
  • Liputan
  • Tokoh
  • Pesan
  • Esai
    • Fiksi
  • Budaya
  • Religi
No Result
View All Result
  • Peristiwa
  • Liputan
  • Sejarah
  • Pilihan Redaksi
    • Pitutur Kamituwo
  • Liputan
  • Tokoh
  • Pesan
  • Esai
    • Fiksi
  • Budaya
  • Religi
No Result
View All Result
Wilwatekta.id
No Result
View All Result
Home Esai

Wiji Thukul dan Sebuah Improvisasi Puisi “Sungguh Enak Jadi Mahasiswa Pasca Reformasi”

by Tirto Aji
27/08/2021
Wiji Thukul dan Sebuah Improvisasi Puisi “Sungguh Enak Jadi Mahasiswa Pasca Reformasi”

WILWATEKTA.ID – “Selamat ulang tahun Wiji Thukul. Andai kamu tidak diculik dan dihilangkan, tepat 26 Agustus ini usiamu genap 58 tahun.”

Tepat hari ini, Kamis, 26 Agustus 2021, 58 tahun lalu sosok penyair cum aktivis Wiji Thukul lahir di Kampung Sorogenen, Solo. Meski tidak jelas dimana rimbamu berada, namun puisi-puisi perlawananmu akan terus bergema dan berlipat ganda. Memburu siapa saja yang merasa.

Saya termasuk orang yang sangat bergairah saat membaca puisi Wiji Thukul. Namun, apakah gairah yang serupa juga dirasakan oleh para penyair dan aktivis saat ini. Entahlah!

Wiji Thukul adalah simbol perlawanan melalui kata-kata pada zamannya. Puisi-pusinya sangat keras menghantam hati penguasa yang dzalim. Lantang dan tidak pernah takut dibendung penguasa.

Sebagai pribadi yang sangat mengagumi Wiji Thukul, saya meyakini setiap puisinya adalah letupan-letupan perlawanan yang murni dalam jalur perjuangan. Tidak seperti kebanyakan aktivis era kiwari, yang hanya lantang di depan dengan dalil membela kebenaran, tetapi takut lapar dan diam-diam begitu menjengkelkan saat sudah mendapatkan cuan.

Melihat para aktivis yang demikian, ingin rasanya berdiri gagah di depan kampus mereka, lalu membacakan puisi Wiji Thukul yang berjudul “Sungguh Enak Hidup di Televisi” yang sudah saya improvisasi dengan keadaan saat ini.

Sungguh enak menjadi aktivis pasca reformasi

tak ada lagi bau keringat memperjuangan demokrasi

tak ada kecemasan

tak ada baku hantam dengan aparat saat demonstrasi di jalan

tak ada idealisme perjuangan

waktu dihabiskan,

hanya untuk senang-senang

Sungguh enak menjadi aktivis pasca reformasi

saat demo bisa sambil tertawa

ada banyak buku di perpustakaan tapi tidak pernah dibaca

pejabat-pejabat tersenyum saat melihat mahasiswa diam saja

buruh-buruh sudah tidak lagi percaya saat diajak demo bersama

pejabat-pejabat gaji cukup, buruh semakin merana

Sungguh enak menjadi aktivis pasca reformasi…

Namun di luar itu semua, saya masih yakin perjuangan kata-kata dari setiap pusi Wiji Thukul tidak akan pernah mati. Dia boleh dihilangkan dan dilenyapkan karena keberaniannya mengkritik penguasa. Namun, serupan puisinya yang berjudul “Peringatan”. Puisi itu akan terus menggema saat dibaca dengan suara yang lantang.

Suaraku tak bisa berhenti bergema.

Di semesta raya suaraku membara.

Walau kau terus saja coba membungkamnya.

Namun suaraku tak pernah bisa kau redam.

Karena kebenaran akan terus hidup.

Sekalipun kau lenyapkan kebenaran takkan mati.

Aku akan tetap ada dan berlipat ganda.

Siapkkan barisan dan siap untuk melawan.

Akan terus memburumu seperti kutukan.

Aku bukan artis pembuat berita.

Tapi, aku memang selalu kabar burut buat penguasa.

Puisiku bukan puisi.

Tapi kata-kata gelap yang berkeringat dan berdesakkan mencari jalan.

Ia tak mati-mati meski bola mataku diganti.

Ia tak mati-mati meski bercerai.

Dengan rumah dan ditusuk-tusuk sepi.

Ia tak mati-mati telah kubayar yang dia minta.

Umur, Tenaga, Luka.

Kata-kata itu selalu menagih.

Padaku ia berkata kau masih hidup.

Ya, aku masih hidup dan kata-kataku belum binasa.

Kebenaran takkan mati.

Pun sebagai pesan untuk mengingatkan penguasa. Puisi Wiji Thukul akan terus menggema sepanjang masa. Menjebol setiap dinding telinga penguasa yang anti kritik. Membuat resah dan gerah bagi penguasa yang tidak pernah merasa bersalah meski telah membuat rakyat susah. Kala sudah demikian, maka saatnya memberikan “Peringatan”.

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gawat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!

Wiji Thukul, 1986

Tags: AktivisImprovisasi PuisiMahasiswaWiji Thukul
Previous Post

Orang Tua era Orde Baru: Kalau Ingin Jadi PNS Sekolah Negeri, Generasi Millenial: Penting Kualitas

Next Post

Sopir Angkot yang Menahan Susah Selama PPKM

Tirto Aji

Tirto Aji

Hobi debat saja!

Related Posts

Pajak Untuk Kedaulatan Rakyat: Bukan Malah Menjadikan Rakyat Sebagai Pengutang Atau Menjadi Terjajah

Pajak Untuk Kedaulatan Rakyat: Bukan Malah Menjadikan Rakyat Sebagai Pengutang Atau Menjadi Terjajah

16/03/2023
Menganalisa Kondisi Bumi, Kenapa Enggan Bersahat dengan Manusia?

Menganalisa Kondisi Bumi, Kenapa Enggan Bersahat dengan Manusia?

06/03/2023
NU Perekat Bangsa dan Jangkarnya NKRI: Jangan Hanyut dalam Pemilu 2024

NU Perekat Bangsa dan Jangkarnya NKRI: Jangan Hanyut dalam Pemilu 2024

04/03/2023
Tingkatkan Kualitas Data Industri Ekstraktif, Pemkab Tuban: Harus Transparan dalam Tata Kelola Sumberdaya Alam

Tingkatkan Kualitas Data Industri Ekstraktif, Pemkab Tuban: Harus Transparan dalam Tata Kelola Sumberdaya Alam

03/03/2023
Nggak Ada yang Aneh Pejabat Pemerintah Terjun Lapangan

Nggak Ada yang Aneh Pejabat Pemerintah Terjun Lapangan

21/02/2023
Harga Bahan Pokok Menjelang Puasa Ramadhan Mahal: Masyarakat Siap-siap Ya!

Harga Bahan Pokok Menjelang Puasa Ramadhan Mahal: Masyarakat Siap-siap Ya!

17/02/2023

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Tentang
  • Kirim Naskah
  • Redaksi
  • Kontak

© 2022 Wilwatekta - Edukasi Tanpa Tendensi hak cipta dilindungi undang-undang .

No Result
View All Result
  • Esai
  • Peristiwa
  • Liputan
  • Tokoh
  • Religi
  • Fiksi
  • Pilihan Redaksi
    • Pitutur Kamituwo

© 2022 Wilwatekta - Edukasi Tanpa Tendensi hak cipta dilindungi undang-undang .