• Kirim Naskah
Wilwatekta.id
No Result
View All Result
  • Esai
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Pesan
  • Liputan
  • Fiksi
  • Pilihan Redaksi
  • Pitutur Kamituwo
  • Esai
  • Peristiwa
  • Tokoh
  • Pesan
  • Liputan
  • Fiksi
  • Pilihan Redaksi
  • Pitutur Kamituwo
No Result
View All Result
Wilwatekta.id - edukasi tanpa tendensi
No Result
View All Result
Home Peristiwa

Part [II]: Ujung Dasar Jurang

Maulida Sufi Hindun by Maulida Sufi Hindun
02/06/2022
in Peristiwa
0

WILWATEKTA.ID – Aku bersama jasad-jasad yang tenggelam bersama tanah, batu-batu nisan yang berbau dupa, dengan asap yang mengembang membentuk bayangan aneh menyiratkan satu ungkapan padaku bahwa aku adalah satu-satunya yang ada di sana. Manusia yang masih hidup, mana mungkin aku membiarkan diriku mati begitu saja. Aku sudah mengatakannya padamu berulang kali, tapi kau tak pernah tahu apa yang telah kurasakan.

Kupikir aku hampir mati, baru beberapa saat yang lalu sebelum matahari tenggelam bersama maut yang mempertemukanku dengan para penghuni alam kubur. Aku masih bercanda dengan temanku, membicarakan hari besok, dan sekarang yang kutahu dia telah tertimbun bersama abu yang terbakar. Yang aku pikirkan kini hanyalah diri sendiri. Melewati tebing dan berjumpa dengan sebuah desa yang ternyata hanya sebongkah tanah kuburan.

Aku telah sampai di batas pemakaman, di mana ada pohon di ujung sana. Di atasnya ada lampu yang hanya menerangi bagian bawahnya. Kulihat ada seorang perempuan yang berdiri di sana juga, menatap seolah ke arahku.

Pakaian perempuan itu tak berbentuk seolah hanya ada kain dan kain putih, rambutnya mengembang namun diikat kuncir kuda. Wajahnya bersinar di bawah lampu jalan. Seolah dia adalah penunggu bagi kuburan yang kulewati ini. Aku pun menghampirinya, saat aku mulai mendekat ke arahnya, sosok-sosok yang mengejarku akhirnya mundur, kembali ke tempatnya, begitu juga dengan gadis SMA yang bernama Arina itu, saat mereka tahu aku mendekat ke arah wanita itu.

Rasanya aku dan dia memiliki umur yang hampir sama. Ia menatapku tanpa senyum yang mengembang. Mana mungkin aku akan berpikir wanita itu akan melempar senyuman pada orang menyedihkan sepertiku.

“Tolong! Bisakah kau beritahu aku di mana jalan raya?” Tanyaku, terdengar sedang mengemis meminta uang untuk membayar masa aktif hidupku di dunia. Wanita itu tak menjawab, masih menatapku dengan wajah datar tanpa ekspresi. Sepertinya hal itu yang harus aku terima dari dirinya, aku adalah orang asing baginya.

“Kau sudah berada di tempat yang benar, kenapa kau mencoba untuk pergi lagi.” Ucapannya lebih kepada pertanyaan yang menginterogasiku dari pada mengasihaniku seperti seorang tunawisma. Tanpa tanda tanya.

“Ma…maksudmu…aku…”

“Kau sudah berada di tempat yang tepat untuk rumah barumu.”

“Aku belum mati!” Ujarku bersikeras.

“Aku tahu itu, tapi jiwa-jiwa yang telah meninggalkan jasadnya yang rapuh akan membawa manusia fana sepertimu hingga ikut bersamanya.”

“Apa maksud ucapanmu!”

“Kau akan mati jika kau membantah, anak muda.” Sepertinya dugaanku salah, dia mungkin lebih tua dari pada wajahnya yang tak punya kerutan nenek-nenek.

“Aku tidak mau mati! Itu gila! Aku belum siap untuk menghadapi kematianku yang menyedihkan seperti itu.”

“Malaikat maut akan membawamu pergi dengan ramah kalau kau menerima datangnya kematian menghentikan langkahmu.” Suara wanita itu bijak, lembut meski tanpa ekspresi menghias di wajah cantiknya yang menawan. Namun rasanya hal itu semakin mengendurkan semangatku untuk kembali ke rumahku. Pulang.Aku hanya ingin pulang.

“Tidak, aku mohon padamu! Aku ingin hidup! Tak bisakah kau biarkan aku hidup?! Tuhan menyelamatkanku dari maut?! Dibandingkan teman-temanku Dia lebih menyayangiku dan menyelamatkanku dari kematian yang mencoba mengejarku! Bukankah hal itu anugerah dariNya?!

” Aku berbicara layaknya seorang tokoh agama, tapi wanita itu rasanya tidak bisa ditipu dengan mudah. Bahkan penipuan yang biasa terjadi di ibukota pun kurasa tidak ada apa-apanya, seolah ia bisa membaca pikiranku.

“Kau tak pernah mengenal Tuhanmu!” Katanya tajam. Mengejutkanku. Aku biarkan kedua bibirku menganga tanpa berkata, membiarkan kata-kata itu menembus lubang telinga kananku dan menusuk ke lubang telingaku yang sebelah kiri. Aku tak tahu apa dosaku, tapi sepertinya wanita ini hendak mengujiku.

“A…apa yang…”

“Kalau kau ingin dirimu bertahan hidup, maka bergabunglah bersama kami. Kau sudah melewati jalan yang tepat untuk menyambung hidup. Kau tidak akan merasakan sakit, kau tidak akan merasa terluka…”

“Tidak! Aku tidak akan bergabung bersama kalian! Kau lihat? Aku hidup, kalian tidak! Aku masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk tetap hidup!”

“Kau akan ikut bersama kami, anak muda. Tidak ada jalan lain lagi. Kau akan melewati ujung jurang?” Aku tak mengerti pertanyaan terakhir dari wanita berbaju sutra putih itu, yang pasti aku sudah melewati tubuhnya begitu saja, seakan tidak ada dia di sana. Seakan memang sebenarnnya tidak ada siapa-siapa, hanya ada diriku dan kesunyian yang memang dari awal hanya ada diriku. Tidak ada siapa-siapa. Siapapun itu.

Kulihat ada jalan yang ramai setelah ujung dari pemakaman satu meter dari belakang wanita berbalut sutra itu, hari mulai menjelang tengah malam, aku mulai melewati jalanan beraspal itu tanpa mempedulikan suara pemakaman yang sepertinya sedang memanggilku untuk kembali bersama mereka. Namun aku tak peduli, aku masih terseok-seok melewati jalanan menuju jalan raya yang besar di depan sana. Belum sempat aku menyeberang jalan, sesuatu yang besar mengenai tubuhku, hancur lebur dan amis darah kurasakan dari balik indra penciumanku. Baru aku menyadari satu hal, bahwa diriku memang masih hidup. Aku seharusnya mendapatkan kesempatan karena tetap hidup dan bisa kembali pulang berjumpa dengan anggota keluargaku di kota, namun sayangnya aku membuatnya terbakar sia-sia, aku terlalu takut akan berjumpa dengan kematian, sehingga aku mendekap hantaman truk yang melintas, disertai dengan ucapan wanita itu mengikuti alur yang maju.

“Dia kenapa, Nyai?” Seorang anak kecil botak bertanya di sampingnya. Wanita itu menghela napas pelan.

“Dia telah melewati ujung terlarang.”

“Ujung terlarang?”

“Menuju kematian. Yang dirimu pun tak akan bisa kembali untuk kedua kalinya.”

“Dia melarikan diri dari kematian?”

“Di ujung dasar jurang.”

Tags: Dasar JurangUjung
SendShareTweet
Maulida Sufi Hindun

Maulida Sufi Hindun

Next Post
Mas Lindra dan Pak Riyadi

Sambutan Wabup Riyadi: Gambaran Sebuah Friksi dengan Bupati, Benarkah Sudah Tidak Sejalan Lagi?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Foto Aditya Halindra Faridzky Bupati Terpilih Tuban

4 Hal yang Mungkin Hilang Setelah Mas Lindra Dilantik Jadi Bupati

20/04/2021
Membangun Infrastruktur di Wilayah Perbatasan Bojonegoro-Tuban itu Berat, Biar Bu Anna Saja

Membangun Infrastruktur di Wilayah Perbatasan Bojonegoro-Tuban itu Berat, Biar Bu Anna Saja

12/04/2021
Mas Lindra dan Pak Riyadi

Sambutan Wabup Riyadi: Gambaran Sebuah Friksi dengan Bupati, Benarkah Sudah Tidak Sejalan Lagi?

30/05/2022
Mas Bupati

Surat Terbuka untuk Pejabat Generasi Tua: 3 Tips Supaya Tidak Tratapan Dipimpin Mas Lindra

26/06/2021
Sinta dan Hasratnya kepada Buku

Sinta dan Hasratnya kepada Buku

Partisipasi, Mewujudkan Anggaran Tepat Sasaran Dana Desa Tahun 2021

Partisipasi, Mewujudkan Anggaran Tepat Sasaran Dana Desa Tahun 2021

Kritik Pembangunan Ala Netizen Terhadap Pemerintah

Kritik Pembangunan Ala Netizen Terhadap Pemerintah

Gus Yaqut menyapa jemaat paska ibadah Natal terbatas di GPIB "Immanuel" / Gereja Blenduk Kota Semarang

Gus Yaqut: Saatnya Mengembalikan Agama Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi

Tilang ETLE yang Bikin Gak Bebas Kesana-Kemari

Tilang ETLE yang Bikin Gak Bebas Kesana-Kemari

29/06/2022
Berita Tahun 2020-2022 yang Trending, Bikin Masyarakat Agak Pusing

Berita Tahun 2020-2022 yang Trending, Bikin Masyarakat Agak Pusing

28/06/2022
Pangeran Tidur

Part [II]: Pangeran Tidur

26/06/2022
Tertawa Sedih

Tertawa Sedih

26/06/2022



Edukasi Tanpa Tendensi
Media alternatif di kabupaten Tuban, platform digital anti mainstream membawa degup kebahagiaan secara konstruktif.

Info Kerjasama
redaksi@wilwatekta.id

Kategori

  • Budaya
  • Esai
  • Fiksi
  • Liputan
  • News
  • Peristiwa
  • Pesan
  • Pilihan Redaksi
  • Pitutur Kamituwo
  • Religi
  • Sejarah
  • Tokoh

Wilwatekta ID © 2021

  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontak
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Esai
  • Peristiwa
  • Liputan
  • Tokoh
  • Religi
  • Fiksi
  • Pilihan Redaksi
    • Pitutur Kamituwo

© 2021 Wilwatekta - Mengabarkan dengan bahagia Wilwatekta.

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.