Wilwatekta.id – Pembacaan konsep Humanisme Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hal ini menyiratkan satu fakta, bahwa tanpa pembacaan mendalam, humanisme tidak akan bisa ditemukan di dalam pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur). sebabnya jelas, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hanya menyelipkan perspektif humanistik di dalam lapisan-lapisan terdalam dari pemikirannya yang bersifat tipis. Tanpa kejelian dan jam terbang panjang dalam pergulatan dengan pemikirannya, tak akan tertemukan prinsip humanistik ini.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sering membungkus humanisme di dalam terma-terma seperti kesejahteraan rakyat, keadilan, persamaan di dalam hukum, demokrasi, hingga toleransi beragama (Arif, 2013:55-57).
Penggalian humanisme didalam pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi penting untuk terlihat prinsip dasar dari segenap pemikiran dan gerakannya, sejak gerakan sosial hingga politik praktis. Hanya saja Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memang bukan seorang pemikir humanisme dalam artian formal. Sebab, ia tidak secara khusus menulis tentang humanisme. Tulisan yang secara eksplisit berjudul humanisme hanya ada di dua buku; Imam Khalil Al-Farahibi dan Humanisme dalam Islam serta Mencari Perspektif Baru Hak Asasi Manusia.
Ditulisan yang pertama, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih mengeksplorasi sumbangan Al-Farahidi, seorang ahli bahasa abad ke-2 Hijriyah yang telah menyumbangkan tradisi humanistik didalam Islam. Dalam hal ini, humanisme Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di maknai secara longgar, yakni perluasan wawasan keislaman, dari tradisi Islam klasik kepada tradisi filsafat yunani.
Maka dalam kasus humanisme Islam, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memaknai humanisme sebagai rasionalisasi dan modernisasi Islam sebab melaluinya, Islam bisa diikutsertakan dalam pengembangan kemanusiaan secara umum. Pada titik ini, humanisme telah inheren di dalam modernitas sehingga keterlibatan Islam didalam moderenisasi secra otomatis mengerakkan humanisasi berbasis Islam.
Sementara itu dalam tulisan kedua, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) banyak mengelaborasi berbagai perspektif tentang HAM. Dalam kaitan ini, ia mengapresiasi pendekatan liberal yang berupaya memenuhi hak-hak sipil dan politik dari warga negara modern. Namun pada saat bersamaan, ia mengusulkan penyempurnaan melalui apa yang di sebut sebagai pendekatan struktural atas HAM. Pendekatan struktural ini merupakan upaya pemenuhan hak sosial-ekonomi yang harus disediakan negara sehingga HAM belum benar terwujud ketika warga negara hanya di beri “kebebasan politik“, tetapi belum terpenuhi hak-hak dasar hidupnya sebagai manusia yang butuh hidup secara layak (Arif, 2013:56).
Penulis: Imam Sarozi (Penulis ‘Suluk Rindu’)