WILWATEKTA.ID – Satu dari delapan mustahik (orang yang berhak menerima zakat) adalah fi sabilillah. Dalam banyak pengertian, fi sabilillah adalah orang berjuang atau mendedikasikan dirinya di jalan Allah.
Pada zaman Rasulullah, fi sabilillah memiliki arti orang berjihad (dalam arti perang). Namun, seiring dengan pergeseran ruang dan waktu, serta zaman yang sudah berubah. Cakupan penafsiran soal sabilillah pun semakin luas. Terutama tafsir dari para ulama. Tidak sedikit yang berbeda pendapat dalam memaknai fi sabilillah.
Karenanya, mustahik yang masuk dalam golongan fi sabilillah ini penting menjadi diskursus bersama. Sehingga kita bisa menadapat pemahaman secara komprehensif dalam mengkategorikan sabilillah sebagai mustahik. Sebab, masih banyak tafsir khilaf (terjadi kekeliruan yang tidak disengaja) dalam menafsirkan fi sabilillah.
Nah, apakah seiring dengan pergeseran ruang dan waktu yang terus berkembang, kiai, ustad, guru madin, dan takmir masjid masuk dalam kategori fi sabilillah—orang-orang berjuang di jalan Allah?
Begini Wilkers, dalam hal ini memang tidak ada nash (wahyu atau teks dalam Alquran yang diterima langsung oleh Rasulullah) yang menunjukkan arti secara shorih (arti yang tidak memerlukan penjelasan lagi). Apakah hanya غزاة (orang yang berperang) atau juga سبيل الخير termasu kiai, ustadz, dan orang-orang lain yang berjuang di jalan Allah.
Dari berbagai sumber yang penulis kumpulkan. Ada beberapa pertimbangan yang menunjukkan bahwa arti sabilillah adalah khilaf antara hanya غزاة ataukah juga termasuk سبيل الخير.
Berikut beberapa perbandingan makna sabilillah:
Pendapat Syekh Al Ahzan Alaudin Al Baghdadi
Dalam Tafsir Khozin, Syekh Al Ahzan Alaudin Al Baghdadi men-tarjih (usaha untuk mencari dalil atau alasan yang terkuat), bahwa maksud dari fi sabilillah adalah الغزاة, dan beliau tidak memasukkan سبيل الخير.
Artinya, ulama yang hidup pada 678 H ini memberikan bahwa fi sabilillah adalah orang yang berperang.
Wahbah bin Mustofa Az Zuhaily
Di akhir pembahasan Tafsir Munir, Wahbah bin Mustofa Az Zuhaily memasukkan سبيل الخير.
Dikatakan dalam tafsirnya:
سبيل الله عام في الكل لان قوله تعالى في سبيل الله عام في الكل
Bahwaغزاة adalah mereka yang berada di medan laga untuk menegakkan syiar agama. Sama halnya kiai, ustadz atau da’i. Menurutnya, orang-orang syiar agama melalui dakwah maupun pena (tulisan) adalah sabilillah. Berangkat dari dasar ini, maka para ustad maupun da’i seharusnya mendapatkan zakat fitrah karena masuk kategori sabilillah.
Syekh Mustofa Muhammad Imaroh
Dalam Kitab Jauharul Bukhori, pendapat Syekh Mustofa Muhammad Imaroh sama dengan pendapat Wahbah bin Mustofa Az Zuhaily. Dikatakan dalam kitab Jauharul Bukhori: Sabilillah ini juga temasuk di dalamnya para da’i, طلبة العلم , dll.
Muhammad Jamaluddin Al Qasimi Ad Damasyqi
Diterangkan dalam Kitab Mauidhotul Mu’minin, Muhammad Jamaluddin Al Qasimi Ad Damasyqi menyampaikan: Bahwa tidak ada satu ulama pun yang bisa menampilkan nash baik dari al-Quran maupun sunnah yang mengatakan bahwa sabilillah itu hanya ditujukan pada Mujahid fi Ma’rikatil Harbi atau orang yang berjuang di medan laga untuk membela agama Allah.
Oleh sebab itu, karena lafadh سبيل الله itu umum dan tidak ada yan meng-inkhisor atau membatasinya, maka ini juga harus dimaknai secara umum.
Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf
Dalam kitabnya Tsamrotul Kutub, Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf memberikan keterangan, bahwa jika seseorang menukil pendapat orang lain, kemudian dia tidak meng-rodd/menolak, mengkritik, ataupun membantah, berarti dia dianggap ridho atau sependapat:
و القاعدة ان من نقل كلام غيره و سكت عليه فقد ارتضى
Maksudnya adalah: Jika kalian mengatakan bahwa kyai, ustad, dll adalah orang berhak menerima zakat, tapi tanpa kalian mengkritik atau membantah tentang keabsahan hukumnya, maka sudah dianggap telah membenarkan atau meridhoi hal tersebut.
Pengarang Kitab Jauharul Bukhori dan Mauidhotul Mu’minin
Dijelaskan, bahwa para pengarang kitab Jauharul Bukhori dan Mauidhotul Mu’minin tidak hanya menukil, tapi juga benar-benar menjadikan pegangan bahwa yang termasuk dalam سبيل الله adalah غزاة dan juga سبيل الخير.
Dalam Konteks Sekarang
Sebagaimana kita ketahui, dalam konteks sekarang ini غزاة atau yang berperang membawa senjata itu lebih sedikit, bahkan hampir tidak ada. Namun, sekarang perangnya adalah dengan berdakwah, seperti yang dilakukan oleh para kyai, ustadz, da’i, dll.
Pun di kalangan masyarakat kita, mereka–orang-orang akan lebih tenang apabila zakat mereka berikan kepada kyai. Sebab, ada harapan imbalan doa kebaikan dari para kiai.
Jadi, dalam memaknai sabilillah غزاة atau سبيل الخير ini kita harus fair. Sebab keduanya sama-sama pejuang hidayah dari orang-orang kafir.
Soal akan memilih pendapat mana, yang jelas makna سبيل الله itu benar-benar ada khilaf, dan ikhtilafu ummati rohmatun. Namun, ketika anda lebih memilih memberikan zakat kepada fakir miskin daripada kepada kyai karena para kyai sudah kaya, maka ini adalah permasalahan lain. Sudah beda lagi pembahasannya. (*)
=================
Selama Ramadan ini, redaksi Wilwatekta.id berupaya menghadirkan tulisan-tulisan religi yang membahas persoalan ibadah sehari-hari. Dengan harapan, bisa menjadi pemahaman kita bersama. Sebab, terkadang banyak hal yang kita tahu, tapi tidak memiliki pemahaman secara komprehensif bagaimana yang benar dan seharusnya. Dan akhirnya semoga bermanfaat.