Wilwatekta.id – Ramadan sudah kita lalui setengah jalan. Artinya, tidak lama lagi kita akan menjemput kemenangan. Sebelum sebelum sampai ke garis finis kemenangan, ada satu kewajiban yang wajib kita tunaikan. Apa itu? Yups, betul sekali. Zakat fitrah.
Namun, seiring dengan zaman yang terus berkembang, banyak muncul pembahasan soal zakat fitrah yang dikonversikan menjadi uang. Sehingga, muncul pertanyaan: bolehkan zakat fitrah diganti dengan uang.
Begini Wilkers, selama ini zakat fitrah lazimnya dengan bahan pokok. Di Indonesia, bahan pokok yang lazim digunakan untuk zakat dari dulu hingga sekarang adalah beras. Sebagaimana tujuan utama zakat fitrah yakni:
إغناء عن الفقراء و المساكن و سائر اللأصناف يوم عيد الفطر
“Mencukupi kebutuhan makan dan minum para penerima zakat selama hari raya”
Dari pengertian di atas, mayoritas ulama tidak memperbolehkan zakat fitrah dikonversi dalam bentuk yang lain. Sehingga harus قوت البلد (makanan pokok).
Terus ada pertanyaan lagi, apa yang membedakan zakat fitrah dengan zakat mal sehingga tidak bisa diganti dengan uang?
Begini, perbedaannya jika zakat mal yang dikeluarkan boleh tidak sama dengan usaha yang dilakukan. Bisa pakai uang, barang, maupun alat produksi. Bahkan, menurut sebagian ulama justru yang baik adalah dalam bentuk barang yang lebih manfaat bagi para penerima zakat. Ini dalam konteks zakat mal ya Wilkers.
Adapun soal zakat fitrah, jumhul ulama atau mayoritas ulama memang tidak memperbolehkan zakat fitrah diberikan dalam bentuk uang. Namun begitu, ada sebagian ulama yang memperbolehkan; ada 2 golongan, yaitu: Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki.
Madzhab Hanafi
Mayoritas Hanafiyah memperbolehkan mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk qimah/konversi. Tapi zakat fitrah yang menurut Hanafiyah tersebut hanya tertentu dalam 4 barang: gandum, gandum merah, kurma, dan kismis/anggur kering.
Sehingga jika mau zakat mengunakan konversi, maka takarannya yang merujuk kepada 4 barang ini. Tidak boleh yang lain.
Madzhab Maliki
Dalam Kitab Qurrotul ‘Ain bi Fatawil Haromain. Keterangan tentang ketentuan zakat ini bisa kita lihat disana. Ada ibarat yang shorih;
اذا أخرج قيمة الصاح دراهم او ذهبت فإنه يخزئ مع الكراهة
“Ketika seseorang mengeluarkan zakat fitrahnya dengan konversi sho’ nya dengan uang/dirham, maka hal ini sah/mencukupi, namun makruh hukumnya (makruh tanzih, bukan makruh tahim)”
Madzhab Maliki (yang dimaksud di sini adalah sebagian kecil Madzhab Maliki) memperbolehkan dikonversi. Untuk yang mayoritas malikiah juga mewajibkan zakat fitrah dengan makanan pokok, tidak boleh di konversi ke uang.
Bagaimana dengan sikap NU dalam mengambil hukum zakat fitrah yang dikonversi?
Pada Ramadan tahun 2020 yang lalu, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jatim, mengeluarkan edaran yang isinya memperbolehkan zakat fitrah dengan uang mengikuti Madzhab Hanafi, yang tentunya menggunakan patokan konversi Madzhab Hanafi, yakni merujuk pada takaran sho’ dari 4 barang yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan LBM PBNU menyatakan memperbolehkan zakat fitrah dengan uang menggunakan konversi Madzhab Maliki, yaitu seharga 2,5 kg beras.
Masing-masing edaran tersebut pun lengkap dengan besaran zakat fitrah serta fidyahnya (mengganti atau menebus), artinya bagi orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa karena ada udzur tertentu, seperti sakit parah atau orang lansia, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Namun sebagai gantinya ia diwajibkan untuk membayar fidyah.
Lalu rinciannya bagaimana?
Nah, begini Wilkers, untuk ketentuan sebesar 1 mud (istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat), untuk tiap hari yang ditinggalkannya. yaitu: Zakat fitrah : sho’ = 4 mud = 2,5 kg – 3 kg beras dan Fidyah : 1 mud = 6 ons – 7 ½ ons beras.
Jadi intinya, zakat fitrah menggunakan konversi uang ini memang terdapat khilafiyah atau perbedaan pendapat. Jadi, silakan mau mengikuti yang mana, asalkan ada dasarnya dalam Kitab Turost dan dalam kitab-kitab fiqih mu’tabar, dan bukan berdasar pada pemikiran seseorang, yang mana seseorang itu bukan seorang mujtahid.
Jangan lupa zakat fitrah ya Wilkers. (*)
=================
Selama Ramadan ini, redaksi Wilwatekta.id berupaya menghadirkan tulisan-tulisan religi yang membahas persoalan ibadah sehari-hari. Dengan harapan, bisa menjadi pemahaman kita bersama. Sebab, terkadang banyak hal yang kita tahu, tapi tidak memiliki pemahaman secara komprehensif bagaimana yang benar dan seharusnya. Dan akhirnya semoga bermanfaat.