WIlWATEKTA.ID – Mahasiswa dulu dan sekarang itu beda. Dulu, mahasiswa sangat serius dalam belajar dan bertanggungjawab pada keilmuan. Ibarat kata, lebih mengedepankan kualitas ketimbang ijazah. Sedangkan mahasiswa sekarang, nuansanya lebih kental pada senang-senang ketimbang membaca buku, diskusi, dan ikut organisasi. Tidak semua, tapi rerata.
Pernyataan menohok untuk mahasiswa gemar TikTok-kan dan rebahan dan itu disampaikan Wawan Purwadi, founder Wilwatekta.id saat menjadi narasumber dalam kegiatan bedah buku “Mahasiswa Revolusimu Belum Selesai” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Agama Islam (IAI) Al Hikmah Tuban. Acara yang berlangsung di aula kampus setempat, Minggu (24/10).
Turut diundang sebagai pembanding dalam acara bedah buku karya Mutholibin tersebut, yakni Vita Fitriyatul Ulya. Dia adalah dosen PGMI IAI Al Hikmah sekaligus pegiat literasi di kampus setempat.
Selaku pembedah, Mas Wawan menyampaikan, isi buku yang terdiri dari 31 judul dan 169 halaman yang ditulis secara apik oleh Bung Bin—sapaan akrabnya Motholibin, itu tidak jauh dari tanggung jawab mahasiswa sebagai agent of change. Mahasiswa memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam melakukan perubahan sosial. Sayangnya, di era kiwari ini banyak sekali mahasiswa yang tidak paham terhadap perannya sendiri.
“Melihat mahasiswa sekarang itu miris sekali, rerata mereka hanya mengejar gelar sarjana. Malas membaca, malas diskusi, dan apatis terhadap organisasi. Padahal, membaca, diskusi, dan ikut organisasi adalah bekal untuk menjalankan peran strategis itu,” tegas Mas Wawan.
Diungkapkan Mas Wawan, buku dengan judul “Mahasiswa Revolusimu Belum Selesai” ini merupakan kumpulan esai Bung Bin yang kemudian dikumpulkan dan dirajut menjadi sebuah buku. Pesan yang ingin disampaikan Bung Bin dalam buku ini, adalah menumbuhkan kembali ghiroh atau semangat gerakan mahasiswa di era modern.
“Bung Bin ingin mengingatkan kepada kalian semua, bahwa revolusimu itu belum selesai. Jangan enak-enakan dan hanya rebahan saja,” ujar Mas Wawan dengan harapan besar—tumbuh kembali budaya membaca, diskusi, dan berorganisasi.
Sementara itu, Vita Fitriyatul Ulya selaku pembanding memberikan apresiasi terhadap buku yang ditulis oleh Kepala Suku Gerakan Tuban Menulis (GTM) itu. Menurutnya, buku yang tidak tebal dan juga tidak terlalu tipis ini sangat enak dibaca. Memahaminya juga mudah sekali. Bahasa yang digunakan sangat sederhana dan komunikatif.
“Buku ini harus dibaca oleh mahasiswa. Di dalamnya banyak sekali kata motivasi yang mampu meningkatkan semangat mahasiswa, bahwa revolusimu belum usai,” kata Bu Vita.